Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2024

Bilakah Kau Akan Melintas di Depan Ku

Kutunggu-tunggu kau melintas di depanku. Begitu benarkah lamanya. Sangat ingin aku menegurmu dalam sapa. Tingkap angin makin ungu dalam nestapa. Fajar pun yang tak kunjung teraih. Begitu benarkah sukarnya. Kemarauku menggigil dalam nyala. Musim tempat berbagi yang perih. Tanganku inikah tangan dukana. Menjulur-julur dan kemah berkibar badai.  Suara tanah yang hama sepanjang bencana. Warna papa tergapai, sapuan tak sampai-sampai. Kutunggu-tunggu kau melintas di depanku. Begitu benarkah jarak zamannya. Sangat ingin aku menyapamu dalam tegur. Dan kau balas dengan senyum menghibur. 

Be present

Adakah orang yang pernah menyadari kehidupan saat mereka menempuhnya menit demi menit? – Kurt Vonnegut Empat tahun yang lalu adalah kali pertama saya berkenalan dengan “Bukan Pasar Malam” — Pramoedya Ananta Toer. Saya sudah merasa Mbah Pram seperti Mbah saya sendiri, semacam substitusi dari Mbah Kakung saya yang telah lama tiada. Memang kadang manusia ini keterlaluan, seenaknya menggantikan satu orang dengan orang lain dalam hidupnya. Tapi mungkin itulah memang bentuk kelemahan kita yang sebenarnya tak pernah bisa benar-benar sendiri. Tapi siapa pula yang bisa menggantikan orang lain? Di hati saya setiap orang yang bermakna punya rekam jejaknya sendiri yang khas yang tak akan pernah bisa digantikan dengan yang lain. Demikianlah mungkin, posisi kita di dunia ini ditentukan, kita sebagai salah satu partisi dari kesetimbangan semesta, kita yang seharusnya tak memiliki apa-apa tapi ternyata malah merasakan semesta. Maka tak ada yang bisa menggantikan siapa-siapa. Ada satu romantisme dan ke...

Memento Mori

Memento Mori adalah sebuah frasa latin yang tidak sengaja saya temui beberapa hari yang lalu. Karena ingatan saya yang buruk, saya bahkan lupa saya melihat frasa ini di buku mana, ya kalau tidak The Hunger Games-Suzanne Collins mungkin  Zarathustra-Nietzsche, dua buku itulah yang mencuri perhatian saya belakangan ini. Memento Mori adalah sebuah frasa yang ‘bertugas’ mengingatkan kita kepada kematian. Secara harafiah, dia memliliki arti :  Ingat, Kau Harus Mati. Selain lewat frasa, memento mori  juga didapati dalam istilah seni. Aliran seni ini ditandai dengan patung-patung ataupun gambar yang pada dasarnya mengingatkan diri pada kematian, entah berupa tulang belulang, upacara pemakaman dan sejenisnya. Yang menarik adalah, konon seorang Jenderal Roma (yang saya lupa namanya) amat sangat memegang teguh frasa ini. Ia bahkan memiliki seorang asisten yang hanya memiliki satu tugas. Tugas si asisten itu adalah untuk selalu mengingatkan Sang Jenderal, tidak peduli seberapa berja...
     Jam di pojok kanan bawah laptop kesayangan saya sudah menunjukkan pukul 4 pagi. Semalaman tadi saya kembali melakukan kebiasaan-kebiasaan lama — mencoba bernafas dan menikmati tiap-tiap tarikannya. Ya, saya dan malam punya keakraban yang unik. Ada semacam kedamaian sendiri diantara gelap, sepi, jalanan yang lengang dan rembulan yang seakan-akan sejengkal di kepala saya. Yang saya temui diantara pekat malam ini hanyalah mahasiswa-mahasiswa yang berombongan di rumah makan 24 jam, ya berhubung kandang gajah memang sedang musim ujian, para penjaja kenikmatan yang masih curi-curi diantara jam malam, pengemudi taksi dan pedagang pasar.      Ini tahun ke-enam saya di kandang gajah, mau tidak mau harus menjadi tahun terakhir. Memang menyebalkan ketika saya sedang dalam usaha membebaskan jiwa, saya dipaksa untuk patuh terhadap sistem. Saya bergulat sangat lama bahkan sampai detik ini untuk memutuskan apakah saya akan menuruti pembebasan di diri saya atau akhirn...
     Sudah berjam-jam ia duduk di tempat itu, telah ia saksikan pula hiruk pikuk berpuluh-puluh orang di sekitarnya. Meja diujung sana telah berganti penghuni sebanyak lima kali, sementara ia tetap tak beranjak dari tempat duduknya sejak siang tadi. Ia menatap kosong jalan layang beserta entah puluhan bahkan ratusan kendaraan yang lalu lalang disana– orang-orang yang menyibukkan diri agar hidupnya bermakna, sekalipun makna yang dilekatkannya sangat artifisial dan penuh kepura-puraan. Ia memandang bermenit-menit ke jalanan, jika bosan ia memandang langit, melihat awan berarak dan langit bergerak, dari terang terik ke kelabu teduh, hingga tiba saatnya senja menjemput.      Ia terlihat seperti sedang menunggu sesuatu, mungkin menunggu senja, senja yang terlanjur dicintainya sekalipun ia mengaku belum memahami cinta itu apa. Tapi mungkin saja ada yang ditutupinya dengan kesenangannya memandang senja, entahlah. Sudah sejak beberapa bulan yang lalu waktunya tidak...
     Ternyata kematian tidak mengerikan, sayangku. Apapula yang mengerikan dari sebuah kebebasan yang benar-benar tak berbatas? Bukan kebebasan semu seperti hidup yang kita jalani dulu. Akhirnya kupahami juga kenapa engkau senang menerawang memandangi lautan tak bertepi dan langit tak berbatas, sebab dalam ketakberbatasan itu tersimpan pula segala kemungkinan-kemungkinan, termasuk kemungkinan untuk benar-benar bebas dan lepas, selepas angan kita ketika kita pandangi langit malam gelap berbintang malam itu, sayang.      Sekarang kupahami pula kenapa beberapa kematian diperingati oleh yang masih hidup. Hidup hanyalah satu iterasi yang telah ditinggalkan bagi yang mati, setelah itu ya selesai. Tak ada yang spesial. Aku mati, jantungku berhenti berdetak, aku menyatu bersama cacing-cacing dalam tanah, perlahan-lahan tubuhku akan terdegredasi, menyatu bersama ibu bumi. Mungkin aku akan menjadi unsur hara yang berguna. Puluhan tahun kedepan mungkin area perkuburan...
  Jani, tangis pertamamu adalah hal yang membuatku berjanji untuk menjadi lelaki yang lebih baik. Aku tak sabar melihat tawa pertamamu, langkah pertamamu, dan saat pertama kalinya kau memanggil namaku dengan lugu. --- Aku, 1990 Jani, kau bertanya mengapa kau tidak bisa menyentuh pelangi. Kau merengek karena aku tidak mengambilkan pelangi untukmu. Terkadang hal indah memang tidak diciptakan untuk kita miliki, hanya untuk kita pandangi dari kejauhan dan kita syukuri keberadaannya. --- Aku, 1995 Jani, kau kesal, anak-anak di sekolahmu mencacimu karena kau berbeda. Matamu berwarna biru dan kulitmu putih pucat. Tak perlu kau pedulikan. Mereka yang tidak bisa menerima perbedaan adalah mereka yang berpikiran sempit. Kelak akan kau temukan sahabat sejati yang takkan pergi meski kau terpuruk. Sahabat yang akan merangkul ketika mereka memukul. --- Aku, 2002 Jani, sudah 3 hari kau tak keluar kamar. Lelaki bodoh itu tidak bisa menghargaimu yang sudah mati-matian mencintainya. Jangan takut, ter...
aku melebur bersama tenggelamnya matahari aku pagi kau malam, kita mungkin memanglah telah berbeda  kita masih menjadi daratan, dangkal,   berujung. tiap detik tumbuh, tinggi hingga menyamai langit, langit lagi, langit lagi, lagi, lagi, lagi. kita akan bersama-sama mengairi ladang kita, memberi makan ternak-ternak kita dan sesekali bercanda gurau di halaman rumah kita. setahuku, jika kebahagiaan sendiri dikorbankan utk oranglain, itu pasti bukan sbuah tujuan hidup. kecuali, jika itu adlh kedua orangtua-mu. aku tidak sedang menunggu keajaiban. mengemis dengan derai seperti hujan deras. untuk apa jika bukan danau ditengah ladang gersang? duri telah  mati suri, lembut seperti puisi. aku berada di dekatmu. berpulanglah bersama ribuan bintang menjelang pagi. apa kau bisa kembali sebelum gelap?
Kau ini bagaimana? kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kafir aku harus bagaimana? kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai kau ini bagaimana? kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aku plin plan aku harus bagaimana? aku kau suruh maju, aku mau maju kau serimpung kakiku kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku kau ini bagaimana? kau suruh aku takwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya aku harus bagaimana? aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya aku kau suruh berdisiplin, kau mencontohkan yang lain kau ini bagaimana? kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilnya dengan pengeras suara tiap saat kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai aku haru...