Selasa, 17 September 2024

aku melebur bersama tenggelamnya matahari

aku pagi kau malam, kita mungkin memanglah telah berbeda 

kita masih menjadi daratan, dangkal,
 
berujung. tiap detik tumbuh, tinggi hingga menyamai langit, langit lagi, langit lagi, lagi, lagi, lagi.

kita akan bersama-sama mengairi ladang kita, memberi makan ternak-ternak kita dan sesekali bercanda gurau di halaman rumah kita.

setahuku, jika kebahagiaan sendiri dikorbankan utk oranglain, itu pasti bukan sbuah tujuan hidup. kecuali, jika itu adlh kedua orangtua-mu.

aku tidak sedang menunggu keajaiban. mengemis dengan derai seperti hujan deras. untuk apa jika bukan danau ditengah ladang gersang?

duri telah mati suri, lembut seperti puisi. aku berada di dekatmu. berpulanglah bersama ribuan bintang menjelang pagi.

apa kau bisa kembali sebelum gelap?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kesendirian yang Sirna Saat Jiwa Pulang: Sebuah Renungan tentang Diri

    Di zaman ketika koneksi digital mudah didapat, namun keintiman batin makin langka, kesepian menjadi epidemi yang sunyi. Kita mengeliling...