Sabtu, 24 Mei 2025

Kesendirian yang Sirna Saat Jiwa Pulang: Sebuah Renungan tentang Diri

    Di zaman ketika koneksi digital mudah didapat, namun keintiman batin makin langka, kesepian menjadi epidemi yang sunyi. Kita mengelilingi diri dengan suara, dengan sorot layar, dengan tawa-tawa yang kadang kosong. Kita berpesta di luar, namun berduka di dalam. Kita bersama, tapi merasa sendiri. Seketika memunculkan sebuah pertanyaan "Mengapa?"

Karena sesungguhnya, kesendirian bukan tentang tak adanya orang lain. Kesendirian adalah ketidakhadiran diri sendiri.

Mereka yang tak lagi merasa sepi bukanlah mereka yang hidupnya selalu ditemani, melainkan mereka yang telah bertemu dengan dirinya sendiri. Mereka yang telah duduk dalam diam dan menemukan kehadiran yang tak tergantung pada siapa pun—kehadiran dari Sang Diri, yang hening namun utuh, yang sunyi namun penuh.

Seorang bijak berkata:

“The only people who don’t feel lonely are the ones who are connected with the being, with the self. One who is established in the Self feels no loneliness.”

Ini bukan sekadar kata-kata, ini adalah cermin. Sebab saat kita bercermin ke dalam, dan melihat ke kedalaman jiwa, kita menyadari bahwa rumah sejati bukan tempat, bukan tubuh, bukan hubungan, melainkan kesadaran murni yang menyaksikan segalanya.

Orang yang telah terhubung dengan Being, dengan Ada yang Sejati, tidak lagi mengejar pengakuan. Ia tidak menambal luka dengan pujian, tidak mengisi kekosongan dengan keramaian. Sebab dalam dirinya, telah mengalir tenang samudra kedamaian, yang tidak ditentukan oleh dunia luar.

Ia tidak butuh ditemani untuk merasa utuh, karena ia telah bersatu dengan Keberadaan itu sendiri.

Dan lucunya, justru ketika seseorang berhenti mengejar dari luar, dunia malah datang mendekat. Orang yang telah berdamai dengan dirinya memancarkan keheningan yang menenangkan. Ia menjadi pelita bagi yang tersesat, dan ruang aman bagi yang gundah.

Jadi, ketika kamu merasa hampa dalam keramaian, bila ada ruang kosong yang tak bisa dijangkau oleh siapa pun—jangan lari dari sunyi. Duduklah bersamanya. Masuklah ke dalamnya. Temui Diri.

Sebab hanya dengan itu, kesendirianmu akan berubah menjadi perjumpaan.
Perjumpaan bukan dengan dunia,
tapi dengan yang tak pernah meninggalkanmu: dirimu yang sejati.

Destinasi bukanlah sebuah tempat, tapi sebuah cara pandang baru dalam melihat sesuatu. Setelah melakukan perjalanan tak akan ada yang sama lagi, senyap di malam hari, wangi rerumputan di pagi hari, wangi tanah sehabis hujan tak akan sama lagi setelah kita masuk ke dalam sepi, menghidupinya dan menemukan bahwa sepi adalah sebuah nyanyian merdu sendiri. Sepi adalah jalan untuk Tuhan mendidik kita untuk menjadi diri sendiri, menyadari bahwa tiap gelap adalah terang juga.


"Manunggaling Kawula Gusti"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kesendirian yang Sirna Saat Jiwa Pulang: Sebuah Renungan tentang Diri

    Di zaman ketika koneksi digital mudah didapat, namun keintiman batin makin langka, kesepian menjadi epidemi yang sunyi. Kita mengeliling...