"Danau di tengah ladang gersang"
















Sebuah persinggahan dengan bunga-bunga yang bermekaran. Ruang yang selalu mempermainkanku pada keindahan yang memesona. Derai angin selalu mengantarkan harum mawar, hingga membuat mabuk kepayang. Betapa indahnya tempat ini, betapa aku ingin selalu berada di sini.

Aku seorang yang sendiri pada persinggahan itu, sikap pendiam dan pemalu terngaung, menutup rasa cinta. Mungkin suatu yang terpendam membentuk puncak es di hati. Beku, semakin hari semakin membatu. Aku semakin tidak yakin kalau suatu saat gunung es itu mampu mencair. Semua tahu matahari selalu terbit dari arah timur ke barat bukan dari utara ke selatan. Sehingga es di kutub utara tak akan pernah mencair.

Ada sebuah nama, nama itulah yang mendermaga di lubuk hati ini, ukiran nama tersebut membekas di setiap syaraf-syaraf otakku. Kamar yang berhadap-hadapan, latar itulah yang selalu memberiku kesempatan bertatapan dengannya. Aku selalu rindu adegan itu, selalu membuat hatiku berbunga, kala mata kami beradu dalam sebuah lingkaran, hingga menumbuhkan bercak-bercak cinta mendalam, serupa gulma di musim penghujan.

Aku menyayangimu cukup pada batasnya. Tidak berkurangan maupun berlebih. Tidak sampai membutakan akal sehat. Aku harap kau pun juga seperti itu. Berjuang bukan berarti harus bergerak. kadang kau harus diam, menunggu dan mempersiapkan strategi sebelum melanjutkan pergerakanmu. Memang baik berkata bijak, tapi lebih baik berbuat bijak. Kata-kata tanpa tindakan nyata hanyalah bentuk lain dari kemunafikan.

Hidup merupakan proses.. kau akan terjatuh sebelum belajar berdiri, kalah sebelum berusaha menang, dan sakit hati sebelum merasakan cinta sejati. Banyak yang berkata "single=less drama" kita belum tentu bisa seerti itu. single itulah yang membuat drama kita menjadi. Sebenarnya ingin kutantang senyummu dengan egoku, agar kau tak tahu kecamuk dihatiku, Namun ada debu peri di setiap gesturmu yang membuatku menyerah dan jatuh. Hanya harapanku agar kau tidak selalu melihat ke belakang, tapi tidak melupakan. Aku harap kau tidak terus menyesal tapi mampu memaafkan.

Kita berhak memperjuangkan apa yang menurut kita ingin perjuangkan. Ini adalah kebebasan, dan kebebasan mutak milik kita. Kita masih menjadi daratan yang dangkal dan berujung, tiap detik kita berharap untuk tumbuh sampai menyamai langitt.. kita berusaha, berusaha, dan berusaha. Hanya ada sebuah harapan kedepan kita akan bersama-sama mengairi ladang kita. memberi makan ternak-ternak kita dan sesekali bercanda gurau di halaman rumah kita.


Hanya saja sekarang aku melebur bersama tenggelamnya matahari dan kau muncul sebagai konsekuensi menjadi bulan. "Aku pagi dan kau malam"
kita telah berbeda lagi.
Apa kau bisa kembali sebelum gelap?
Aku tidak menunggu keajaiban. mengemis dengan derai seperti hujan deras. Untuk apa jika bukan danau di tengah ladang gersang?
"Danau di tengah ladang gersang"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Consciousness: The Gateway to Living Stillness

Her

Ketika Diam Lebih Keras dari Penjelasan